Jumat, 23 November 2012

Bercinta Dengan Seorang Polwan





Pada saat itu, aku sedang
mengendarai motor di jalan
Soekarno-Hatta. Aku tidak
memakai helm karena aku
terburu-buru pergi ke tempat
pacarku. Apesnya, aku dicegat
sama polisi. Polisi itu naik mobil,
tiba-tiba memotong jalanku,
aku kaget hampir saja kutabrak
mobil polisi itu. Aku rem
motorku, karena terjadi
hentakkan, jadi tubuhku hilang
keseimbangan lalu aku jatuh
dari motorku. Aku terguling-
guling di jalan. Tapi syukurlah
hanya lecet biasa. Pada saat
aku masih dalam keadaan
telungkup, aku lihat pintu mobil
polisi itu terbuka. Tapi anehnya,
aku sepertinya kok melihat kaki
seorang wanita. Kakinya yang
putih mulus dan indah itu kini
berada tepat di wajahku,
kutegakkan kepalaku. Betapa
kagetnya aku, mataku seperti
melihat "hutan belantara" di
antara kedua kaki yang jenjang
itu.
Setelah kuperhatikan baik-baik,
ternyata dia seorang polisi
wanita, pangkatnya Letnan Dua
dan di dada kirinya tertulis
namanya, LILIS. Dia sangat
cantik dan ohh.., body-nya
mirip gitar Spanyol. Aku jadi
bengong, dan, "Plaaakkk..!"
sebuah tamparan mendarat di
pipiku. "Hei, apa yang Kamu
lihat..? Ayo sekarang serahkan
SIM dan STNK cepet..!"
bentaknya. Aku jadi kaget dan
segera kuambil dompetku, lalu
kuambil SIM dan STNK, lalu
kuserahkan padanya.
Sementara dia melihat suratku,
aku pandangi lagi dia ohh..,
betapa cantik polisi cewek ini.
Aku duga umurnya paling
masih sekitar 25 tahun, seumur
dengan kakakku. Samar-samar
di dalam mobil ada cewek satu
lagi, dia seumur dengannya
tetapi pangkatnya lebih rendah,
kalau tidak salah sersan dua.
Kakinya putih tetapi tidak
semulus polwan yang tadi. Lalu
tanpa kusadari, Letnan Lilis
mengambil sesuatu dari dalam
mobil, dia berjalan menuju
hidung mobil, lalu dia
membungkukkan badannya
untuk menulis sesuatu. Pada
posisi nungging, aku lihat lagi
body-nya yang wuih selangit
deh... Tanpa kusadari, "adik
kecilku" membengkak
perlahan. Setelah itu dia
tegakkan badannya, terus
berkata, "Eee.. saudara Sony,
Anda Kami tilang karena Anda
tidak memakai helm dan
ngebut. Sidang akan
dilaksanakan besok lusa. Jangan
lupa Anda harus hadir di
persidangan besok. Oke..?"
"Tapi Bu, besok lusa Saya tidak
bisa hadir, soalnya pada hari itu
Saya harus mengantar pacar
yang akan diwisuda. Jadi Saya
minta tolong sama Ibu,
bagaimana dech baiknya agar
persoalan ini selesai..?" Lalu dia
bilang, "Do you have some
money..?" "Aduh, maaf sekali
Bu, Saya sama sekali tidak
membawa uang sepeser pun."
jawabku. "Baiklah, kalau gitu
SIM-mu Aku tahan untuk
sementara, tapi nanti malam
Kamu harus pergi ke rumah
Saya. Dan ingat..! Kamu harus
datang sendiri. Oke..? Ini
alamatku. Jangan lupa lho, Aku
tunggu jam 19:00." Dia pergi
sambil mengerdipkan matanya
kepadaku. Aku kaget, tetapi
happy banget, pokoknya
senang dech. Aku sampai di
rumahnya sekitar jam 19:00 dan
langsung mengetuk pintu
pagarnya yang sudah terkunci.
Tidak lama kemudian, Ibu Lilis
muncul dari dalam dan sudah
tahu aku akan datang malam
itu. "Ayo Son.., masuk. Aku
sudah lama nunggu lho, sampai
basah dan bau keringat
pantatku duduk terus dari
tadi.." sapanya. "Akkhh.. Ibu
bisa saja..." jawabku. "Sorry..,
pintunya sudah digembok,
soalnya Aku tinggal sendiri, jadi
harus hati-hati." sambutnya.
"Oh.., jadi Ibu belum menikah
too..? Sayang lho..! Wanita
secantik Ibu ini belum
menikah.." kataku merayu.
"Aaaa.. Kamu merayu ya..?"
tanyanya. "Enggak kok Bu, Saya
berkata begitu karena memang
kenyataannya begitu. Coba Ibu
pikir, Ibu sudah mapan
hidupnya, cantik luar-dalam,
dan sebagainya dech..." jelasku.
"Ehhkk.. Aku cantik luar-dalam,
apa maksud Kamu, Aku cantik
luar-dalam..?" tanyanya lagi.
"Waduh.., gimana ya, malu Aku
jadinya..?" jawabku. "Kamu
nggak perlu malu-malu
mengatakannya, Kamu ingin
SIM Kamu kembali nggak..?"
ancamnya."Eee.. sekarang gini
aja, Kamu udah punya pacar
khan..? Sekarang Saya tanya,
kenapa Kamu memilih dia jadi
pacar Kamu..?" tanyanya lagi.
"Eee.. jujur aja Bu, dia itu
orangnya cantik, baik, setia dan
cinta sama Saya, that?s all.."
"Kalau seumpama Kamu
disuruh milih antara Saya dan
pacar Kamu, Kamu pilih Saya
atau pacar Kamu sekarang..?
Bandingkan aja dari segi fisik,
Oke.. Saya atau Dia..?"
tanyanya memojokkanku.
"Eeee... Anu.. anu... eee..," aku
dibuat bingung tidak karuan.
"Ayo.. jawab aja..! Kalau Kamu
tidak jawab, SIM Kamu tidak
kukembalikan lho..!" ancamnya
lagi. "Waduhhh.., gimana ya..?
Ehmmm.., baiklah, Saya akan
jawab sejujurnya. Saya tetap
akan memilih pacar Saya
sekarang." jawabku. "Wow..,
kalau begitu dia lebih cantik
dan semok dong dari Saya..?"
jawabnya lirih. "Eeee.. bukan
begitu Bu, Saya memilih pacar
Saya walaupun Dia sebetulnya
kalah cantik dari Ibu, dan
segalanya dech..!" jawabku.
"Akhh... yang benar, jadi Aku
lebih cantik dan semok dari
Dia..?" tanyanya lagi. "Jujur
saja.., ya.. ya.. ya.." jawabku
mantap. "Ohhh.., Aku jadi
tersanjung dan terpikat dengan
jawabanmu tadi..," katanya
girang, "Wah.. jadi lupa Aku,
Kamu nonton TV aja dulu di
ruang tengah, Aku mau ambil
SIM Kamu di kamar.., Oke..?"
pintanya. Lalu aku menuju ke
ruang tengah, kuputar TV.
Secara tidak sengaja, aku
melihat tumpukan VCD. Aku
tertarik, lalu kulihat tumpukan
VCD itu, lalu, ohhh astaga,
ternyata tumpukan VCD itu
semuanya film "XXX", aku
terkejut sekali melihat
tumpukan film "XXX" itu.
Sebelum aku melihat satu-
persatu, terdengar bunyi pintu
dibuka. Lalu, ohhh, aku terkejut
lagi, Ibu Lilis keluar dari
kamarnya hanya menggenakan
daster pink transparan, di balik
dasternya itu, bentuk
payudaranya terlihat jelas,
terlebih lagi putting susunya
yang menyembul bak gunung
Semeru. Begitu ia keluar,
mataku nyaris copot karena
melotot, melihat tubuh Ibu Lilis.
Dia membiarkan rambut
panjangnya tergerai bebas.
"Kenapa..? Ayo duduk dulu..!
Ini SIM Kamu.. Aku
kembalikan.." katanya. Wajahku
merah karena malu, karena Ibu
Lilis tersenyum saat
pandanganku terarah ke buah
dadanya. "SIM Kamu, Aku
kembalikan, tapi Kamu harus
menolong Saya..!" Ibu Lilis
merapatkan duduknya di
karpet ke tubuhku, aku jadi
panas dingin dibuatnya.
"Sonnn..?" tegurnya ditengah-
tengah keheninganku. "Ada
apa Bu..?" tubuhku bergetar
ketika tangan Ibu Lilis
merangkulku, sementara
tangannya yang lain mengusap-
usap daerah "XXX"-ku. "Tolong
Ibu Lilis ya..? Dan janji, Kamu
harus janji untuk merahasiakan
hal ini, kalau tidak aku DOR
Kamu..!" pintanya manja.
"Tapi... Saya.., anu.., eee.."
"Kenapa..? Ooooo.. Kamu takut
sama pacar Kamu ya..?"
katanya manja. Wajahku
langsung saja merah
mendengar perkataan Ibu Lilis,
"Iya Bu..." kataku lagi.
"Sekarang Kamu pilih disidang
atau pacar Kamu..?" ancamnya.
Dia kemudian duduk di
pangkuanku. Bibir kami berdua
kemudian saling berpagutan.
Ibu Lilis yang agresif karena
haus akan kehangatan dan aku
yang menurut saja, langsung
bereaksi ketika tubuh hangat
Ibu Lilis menekan ke dadaku.
Aku bisa merasakan puting susu
Ibu Lilis yang mengeras. Lidah
Ibu Lilis menjelajahi mulutku,
mencari lidahku untuk
kemudian saling berpagutan
bagai ular. Setelah puas, Ibu
Lilis kemudian berdiri di
depanku yang dari tadi masih
melongo, karena tidak percaya
pada apa yang sedang terjadi.
Satu demi satu pakaiannya
berjatuhan ke lantai. Tubuhnya
yang polos tanpa sehelai
bnenangpun seakan akan
menantang untuk diberi
kehangatan olehku. "Lepaskan
pakaiannmu Sonnn..!" Ibu Lilis
berkata sambil merebahkan
dirinya di karpet. Rambut
panjangnya tergerai bagai
sutera ditindihi tubuhnya.
"Ayooo.. cepat dong..! Aku
udah gatel nich.. ohhh.." Ibu
Lilis mendesah tidak sabar. Aku
kemudian berlutut di
sampingnya. Aku bingung dan
tidak tahu apa yang harus
dilakukan, karena malu.
"Sonnn.. letakkan tanganmu di
dadaku, ayo ohhh..!" pintanya
lagi. Dengan gemetar aku
meletakkan tanganku di dada
Ibu Lilis yang turun naik.
Tanganku kemudian dibimbing
untuk meremas-remas
payudara Ibu Lilis yang super
montok itu. "Oohhh... enakk..,
ohhh... remas pelan-pelan,
rasakan putingnya menegang.."
desahnya. Dengan semangat
aku melakukan apa yang dia
katakan. Lama-lama aku jadi
tidak tahan, lalu, "Ibu.. boleh
Saya hisap susu Ibu..?" Ibu Lilis
tersenyum mendengar
pertanyaanku, dia berkata
sambil menunduk, "Boleh
Sayang... lakukan apa yang
Kamu suka.." Tubuh Lilis
menegang ketika merasakan
jilatan dan hisapan mulutku
yang sekarang mulai garang itu
di susunya. "Oohhh... jilat terus
Sonnn..! Ohhh..." desah Ibu Lilis
sambil tangannya mendekap
erat kepalaku ke payudaranya.
Aku lama-lama semakin buas
menjilati puting susunya,
mulutnya tanpa kusadari
menimbulkan bunyi yang
nyaring. Hisapanku semakin
keras, bahkan tanpa kusadari,
aku menggigit-gigit ringan
putingnya yang ohhh. "Mmm...
nakal Kamu..." Ibu Lilis
tersenyum merasakan
tingkahku yang semakin "Jozzz"
itu. Lalu aku duduk di antara
kedua kaki Ibu Lilis yang telah
terbuka lebar, sepertinya sudah
siap tempur. Ibu Lilis kemudian
menyandarkan punggungnya
pada dinding di belakangya.
"Ayo, sekarang Kamu rasakan
memekku..!" ia membimbing
telunjukku memasuki liang
senggamanya. "Hangat,
lembab, sempit sekali Bu..."
kataku sambil mengucek
kedalaman liang
kenikmatannya. "Sekarang jilat
'kontol kecil'-ku..!" katanya.
Pelan-pelan lidahku mulai
menjilat klitoris yang mulai
menyembul tinggi sekali itu.
"Terus.. ooohhh.. ya.. jilat.. jilat.
Terus.. ohhh..." Ibu Lilis
menggerinjal-gerinjal keenakan
ketika kelentitnya dijilat oleh
mulutku yang mulai asyik
dengan tugasnya. "Gimana..,
enak ya Bu..?" aku tersenyum
sambil terus menjilat. "Oohh..
Soonnn..." tubuh Ibu Lilis telah
basah oleh peluh, pikirannya
serasa di awang-awang,
sementara bibirnya merintih-
rintih keenakan. Lidahku
semakin berani
mempermainkan kelentit Ibu
Lilis yang makin bergelora
dirangsang birahi. Nafasnya
yang semakin memburu
pertanda pertahanannya akan
segera jebol. Dan aku akan
unggul 1-0, ee... emangnya
main bola. Lalu, "Oooaaahhh...
Sooonnn..!" Tangan Ibu Lilis
mencengkeram pundakku yang
kokoh bagaikan tembok
raksasa di China, sementara
tubuhnya menegang dan otot-
otot kewanitaannya mulai
menegang, dan muncratlah
'lahar'Ibu Lilis di mulutku.
Matanya terpejam sesaat,
menikmati kenikmatan yang
telah kuberikan. Hmmm...
Kamu sungguh lihai Soonnn...
Sekarang coba gantian Kamu
yang berbaring..." katanya. Aku
menurut saja. Batang
kejantananku segera menegang
ketika merasakan tangan
lembut Ibu Lilis yang mulai
mempermainkan senjata
keperkasaanku. "Wah.. wahh...
besar sekali. Oh my god...
Ohhh..." tangan Ibu Lilis segera
mengusap-usap batang
keperkasaanku yang telah
mengeras tersebut. Segera saja
benda besar dan panjang itu
mulai berdenyut-denyut dan
dimasukkan ke mulut Ibu Lilis.
Dia segera menjilati batang
kemaluanku itu dengan penuh
semangat. Kepala kejantananku
itu dihisapnya keras-keras
hingga aku jadi merintih
keenakan. "Ahhh... enakkeee..
rekkk..!" aku tanpa sadar
menyodokkan pinggulku untuk
semakin menekan senjata
keperkasaanku agar makin ke
dalam mulut Ibu Lilis yang telah
penuh oleh batang
kejantananku. Gerakanku
makin cepat seiring semakin
kerasnya hisapan Ibu Lilis.
"Ooohhh Bu.. oohhh.. mulut
Ibu memang sakti.. ohhh.. I?m
coming... ohhh..." Muncratlah
laharku di dalam mulut Ibu Lilis
yang segera menjilati cairan itu
hingga tuntas.. tas.. tas.. plass.
"Hmmmm... agak asin rasanya
Son punyamu.., tapi enak
kok..." Ibu Lilis masih tetap
menjilati kemaluanku yang
masih tegak bagaikan tugu
Monas di Jakarta, menara Piza
di Italy, menara Eiffel di Paris.
"Sebentar ya.., Aku mau minum
dulu.." katanya setelah selesai
menjilati batang kejantananku.
Ketika Ibu Lilis sedang
membelakangiku sambil
menenggak air putih dari
kulkas. Aku melihat body yang
wuih dan itu ohhh, pantat yang
bulat. Aku memang suka pantat
yang bulat dan menantang.
Aku tidak tahan cuma melihat
dari jauh, lalu aku berdiri dan
berjalan menghampirinya, lalu
mendekapnya dari belakang.
"Sonnn.. jangan nakal dong,
biar Ibu minum dulu..!" katanya
manja. "Aku tidak tahan
melihat pantat ibu yang bulat
dan menantang itu." kataku tak
sabaran. "Kamu suka pantatku,
kalau gitu Kamu tentu mau
kalau nanti pantatku mendapat
giliran untuk Kamu obok-obok,
bagaimana Son..? Mau ngobok-
ngobok pantat Ibu..?" tanyanya.
Aku terima tantangannya.
"Ohhh.., memang benar-benar
wuihhh..." aku berkata sambil
mengelus-elus pantat Ibu Lilis.
Lalu aku jongkok agar dapat
jelas melihat, kusentuh lembut
pantat itu dengan tanganku.
Terus kucium, kuelus lagi,
kucium lagi terus kujilat, lalu
kubuka belahan pantat itu.
Ohhh.., terhampar
pemandangan indah dengan
bau yang khas, lubang yang
sempit, lebih sempit dari yang di
depan dan sekitarnya
ditumbuhi bulu-bulu yang
lumayan lebat. Lalu kujulurkan
jari telunjukku ke lubang yang
sempit itu. Waktu aku coba
memasukkan jariku ke lubang
itu, terdengar jeritan kecil Ibu
Lilis. "Son.., jangan keras-keras
ya, nanti sakit.. lho..." Lalu aku
mulai memasukkan step by
step. Waktu jariku menembus
lubang itu sepertinya tanganku
mau disedot masuk ke dalam.
"Lubang Ibu nakal juga ya,
masa jariku mau dimakan
juga..?" "Akhhh... Kamu nakal
dech.., ohhh Son.. coba
sekarang Kamu jilat ya..?"
pintanya. Lalu kutarik jariku dari
dalam lubang itu, lalu aku
mulai menjilati lubang itu
ehhmm.., lumayan juga
rasanya, asin-asin gurih.
Sementara itu, Ibu Lilis
terdengar merintih keenakan.
Lama-lama aku tidak sabar, dan
terus kuberdiri dan tanpa basa-
basi, aku langsung
membalikkan badannya. Terus
kulahap gundukan-gundukan
daging di dada Ibu Lilis dengan
nikmat. Sementara itu, Ibu Lilis
mulai mendesah-desah dan
menggelinjang. Kepalanya
mendongak ke atas dan
matanya terpejam. Goyangan-
goyangan lidahku yang terus
menjilati puting susu Ibu Lilis
yang tinggi dan lancip begitu
bertubi-tubi tanpa henti. Ibu
Lilis menggerinjal-gerinjal
dengan keras. "Aaahh...
uuuhhh... uuuhhh..." desahan-
desahan kenikmatan semakin
banyak bermunculan dari
mulut Ibu Lilis. Geliat-geliatan
tubuhnya semakin menjadi-jadi
karena merasa sensasi yang
luar biasa akibat sentuhan-
sentuhan mulut dan lidahku
pada ujung syaraf sensitif di
payudaranya. Urat-urat
membiru pun mulai menghiasi
dengan jelas seluruh
permukaan payudara yang
super montok itu. Masih
dengan mulutku yang tetap
berpetualang di dada Ibu Lilis
yang juga masih menggelinjang,
aku membopong Ibu Lilis ke
kamar. Kujatuhkan tubuh Ibu
Lilis di atas kasur spring bed
yang sangat empuk. Saking
keras jatuhnya, tubuhnya yang
aduhai itu sempat terlontar-
lontar sedikit sebelum akhirnya
tergolek pasrah di atas ranjang
itu. Setelah itu, Ibu Lilis
tetelentang di kasur dengan
kaki-kakinya yang jenjang
terjulur ke lantai. Tubuh
bugilnya yang putih dan mulus
beserta payudara yang montok
dengan puting susu nan tinggi
yang teronggok kokoh di
dadanya, memang sebuah
pemandangan yang amat
menawan hati. Lalu aku
berlutut di lantai menghadap
selangkangan Ibu Lilis.
Kurenggangkan kedua kakinya
yang menjejak di lantai. Dengan
begitu aku dapat memandang
langsung ke arah
selangkangannya itu. Bulu-bulu
kemaluan yang tumbuh di
padang rumput tipis yang
menghiasi wilayah sensitif itu
begitu menggelora nafsu
birahiku. Aromanya yang segar
dan harum membuat nafsuku
itu kian meninggi. Kudekatkan
mulutku ke bibir vaginanya dan
kujulurkan lidahku untuk
mencicipi lezatnya lubang itu.
Tubuh Ibu Lilis terlonjak keras
ketika kucucukkan lidahku ke
dalam liang senggamanya.
Kukorek-korek seluruh
permukaan lorong yang gelap
itu. Begitu hebat rangsangan
yang kubuat pada dinding
lorong kenikmatan tersebut,
membuat air bah segera datang
membanjirinya. "Ooohhh...
uuuhhh... aaahhh..." terdengar
rintihan Ibu Lilis dari mulutnya
yang megap-megap setengah
membuka. Kemudian aku
berdiri. Dengan tangan
bertumpu ke atas kasur,
kucoba mengarahkan ujung
penisku ke lubang vagina yang
lumayan sempit yang tampak
licin dan basah milik Ibu Lilis.
Berhasil. Perlahan-lahan
kuhujamkan batang
kemaluanku ke dalam liang
senggama itu. Tubuh Ibu Lilis
berkejat-kejat dibuatnya
merasakan nikmat penetrasi
yang sedang kulakukan saat ini.
"Aaahhh... ooohhh..." tak ayal
jeritan-jeritan mengalir dari
mulutnya. Akhirnya batang
keperkasaanku amblas semua
ke dalam liang gelap yang
berdenyut-denyut milik Ibu Lilis
diiringi dengan jeritannya.
Kenikmatan ini kian bertambah
menjadi-jadi setelah aku
melakukan penetrasi lebih
dalam dan intensif lagi. Gerakan
memompa dari batang
kejantananku di dalam
kemaluan Ibu Lilis semakin
kupercepat. Terdengar suara
kecipak-kecipak dan lenguhan
kami berdua karena terlalu
asyiknya kami bersenggama.
Seiring dengan tangan yang
kembali meremas-remas
perbukitan indah yang
menjulang tinggi di dada Ibu
Lilis, batang kejantananku terus
melakukan serangan-serangan
yang tanpa henti di dalam
lubang senggamanya yang
bertambah kencang denyutan-
denyutannya. Vagina memerah
yang terus berdenyut-denyut
dan amat licin akibat begitu
membanjirnya cairan-cairan
kenikmatan yang keluar dari
dalamnya, terasa menjepit
bnatang kejantananku.
Demikian sempitnya ruang
gerak penisku di dalam lorong
gelap itu, menjadikan gesekan-
gesekan yang terjadi begitu
mengasyikkan. Ini merupakan
sensasi sendiri bagiku yang
merasakan batang
keperkasaanku seperti merasa
diurut-urut oleh seluruh
permukaan dinding vaginanya.
Mulutku pun tak henti-hentinya
menyuarakan desahan-desahan
kenikmatan tanpa bisa dihalangi
lagi. "Oiiihhh... Sooonnn...
ohhh..." Ibu Lilis menjerit-jerit
tidak karuan, sementara
tubuhnya juga melonjak-lonjak
dengan keras. Sekuat tenaga
kuhujam-hujam penisku dengan
lebih ganas lagi ke dalam liang
senggamanya. Rasanya hampir
habis tenaga dan nafasku
dibuatnya. Tetapi nafsu birahi
yang begitu menggelora
tampaknya membuatku lupa
pada kelelahanku itu. Ini
dibuktikan dengan sodokan
kejantananku yang berusaha
menusuk sedalam-dalamnya.
Bahkan berkali-kali ujung
batang kejantananku sampai
menyentuh pangkal liang
tersebut, membuat Ibu Lilis
menjerit keenakan. "Soonnn...
Soonnn... Aku... mau...
keluar..." Ibu Lilis melenguh
kencang. Ia merasakan sudah
tidak bisa menahan klimaksnya
lagi. Akan tetapi, aku belum
merasakan klimaks sedikit pun.
Langsung kutambah kecepatan
genjotan-genjotan batang
kejantananku di dalam liang
senggamanya. Begitu buasnya
sodokan-sodokanku itu,
membuat tubuh Ibu Lilis
bergoyang-goyang hebat, dia
merintih... merintih... dan
merintih. Akhirnya saat yang
diharapkan itu tercapai. Aku
melenguh panjang merasakan
laharku muncrat, menyusul Ibu
Lilis yang sudah terlebih dahulu
memperoleh orgasmenya.
Begitu nikmatnya orgasme yang
kurasakan itu sehingga
membuat laharku bagaikan air
bah menerjang masuk ke dalam
liang senggama Ibu Lilis. Kami
berdua mengejang kencang
saat titik-titik puncak itu
tercapai. Tapi kenapa batang
kejantananku tidak mau
istirahat, dan masih terlihat
perkasa. Dengan segera aku
berlutut di atas ranjang.
Kuminta Ibu Lilis untuk berlutut
juga membelakangiku dengan
tangan bertumpu di kasur, jadi
dalam posisi doggy style.
Kemudian Lilis kudorong sedikit
ke depan, sehingga pantatnya
agak naik ke atas, yang lebih
memudahkan batang
kejantananku untuk melakukan
penetrasi ke dalam lubang
senggamanya. Setelah itu
langsung kusodok kemaluan
yang sekarang sudah terlihat
agak merekah itu dengan
batang keperkasaanku dari
belakang. Tubuh Ibu Lilis
terhenyak hingga hampir
terjungkal ke depan akibat
kerasnya sodokanku itu,
sementara mulutnya menjerit
keenakan. Dalam sekejap,
senjata-ku itu seluruhnya
ditelan oleh vagina itu dan
langsung menjepitnya. Jepitan
liang senggama Ibu Lilis yang
berdenyut-denyut menambah
gairah birahiku yang memang
sudah menggelora. Dengan
cepat, kutarik kejantananku
sampai hampir keluar dari
dalam liang senggamanya, lalu
kutusukkan kembali dengan
cepat. Kemudian kutarik dan
kusodok lagi, seterusnya
berulang-ulang tanpa henti.
Doronganku yang keras
ditambah dengan sensasi
kenikmatan yang luar biasa
membuat Ibu Lilis beberapa kali
nyaris terjerembab. Namun itu
tidak menjadi masalah sama
sekali. Bahkan sebaliknya,
membuat permainan kami
berdua menjadi kian panas.
Lalu, "Aah... ah... ah... ah..."
nafasku terengah-engah.
Kurasakan sekujur tubuhku
mulai kehabisan tenaga.
Tenagaku sudah begitu
terkuras, tetapi aku belum mau
berputus asa. Kucoba
mengeluarkan sisa-sisa tenaga
yang masih ada semampuku.
Dengan sedikit mengejang,
kugenjot batang kejantananku
kembali ke dalam luabng
kenikmatannya sekuat-kuatnya.
Ibu Lilis pun tidak mau kalah,
dia maju-mundurkan tubuhnya
dengan ganasnya. Akhirnya, Ibu
Lilis melenguh panjang,
muncratlah lahar-nya, disusul
beberapa detik kemudian oleh
kemaluanku. Lalu secepat kilat
kukeluarkan penisku dari dalam
lubang kenikmatan Ibu Lilis dan
langsung jatuh terkapar di
kasur. Lalu, Ibu Lilis langsung
meraih batang kejantananku itu
dan dimasukkan ke dalam
mulutnya. Ibu Lilis mengocok
penisku itu di dalam mulutnya
yang memang agak kecil.
Namun Ibu Lilis berhasil
melumat batang keperkasaanku
dengan nikmatnya. Gesekan-
gesekan yang terjadi antara
kulit kemaluanku yang sensitif
dengan mulut Ibu Lilis yang
basah dan licin ditambah
dengan gigitan-gigitan kecil
yang dilakukan oleh giginya
yang putih karena pakai "Smile-
Up Man", membuat aku tidak
dapat menahan diri lagi.
Muncratan-muncratan lahar
kenikmatan yang keluar begitu
banyaknya dari batang
keperkasaanku langsung ditelan
seluruhnya, hampir tanpa sisa
oleh Ibu Lilis. Sebagian meleleh
keluar dari mulutnya dan jatuh
membasahi kasur. Belum puas
sampai disitu, ia masih menjilati
sekujur batang kejantananku
sampai bersih total seperti
sediakala. Bukan main! Lalu
kami berdua tergolek di atas
tempat tidur dengan tubuh
telanjang yang dibasahi oleh
keringat dan lahar kami.
Kemudian aku tertidur. Tiba-
tiba, "Aaauuuwww..," kepalaku
sakit sekali, terus aku
terbangun tetapi samar-samar
aku melihat 3 orang sudah
berada di sekelilingku.
Semuanya memakai seragam
putih-putih. Satu cowok dan 2
cewek. Setelah itu
penglihatanku mulai jelas, dan
benar dugaanku, aku sekarang
berada di rumah sakit. Tapi
bagaimana bisa..? Terus apa
yang kulakukan tadi itu
gimana..?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar