Selasa, 11 Desember 2012

Lamunan Sesi Panjang Seri Drama

Awalnya, saya hanya ingin memandang keluar jendela, namun jendela di lantai atas berkaca riben jadi terlampau gelap untuk melihat keluar. Lantas saya pun bergegas membukanya sedikit supaya hembusan udara yang masuk dapat membantu menemani saya menulis. Melihat sebentar dan memastikan bulan malam ini masih berwarna putih pucat di sebaris awan yang menyerupai perisai.


Masih di langit yang sama, banyak hal yang harus kuperbincangkan dengan Tuhan. Bukan sebuah kepenatan melainkan kebahagiaan. Tuhan itu Dzat Maha Suci yang rindu akan dikenal, dan saya membaca penggalan ini diartian surat dalam ayat Al-qur’an. Tapi maaf sekali, saya lupa nama suratnya. Saya suka membaca, dari novel dengan ketebalan biasa sampai yang bisa nimpuk orang sampai pingsan, termasuk membaca terjemahan alqur’an sebelum saya tertidur untuk lebih mengkaji lagi apa isi dan maknanya.


Saya tahu, bahwa Tuhan berada dekat melebihi urat leher hambanya yang Taqwa. Saya hanya wanita rumit yg ingin lebih dekat dengan Tuhan, lalu mengakrabkan diri dengan memanggilNya paman langit, panggilan itu hanya di saat saya ingin bercengkrama terlalu banyak mengenai perihal hidup. “Yes. God is everywhere”


Dengan cara mengingat Tuhanlah kita diajarkan untuk mencintai kepribadian seseorang dengan bijak, mematahkan ego sendiri untuk lebih mengerti dan belajar memahami dengan merawat rindu-rindu serta ingatan yang harus saya susun kembali karena terlampau berantakan hingga tersebar berserakan di kepala.


Dan sekarang, di malam satu musim dengan skala hujan yang susah ditebak, sayap-sayap kelelawar mencari sarang. Ia berhenti di bawah daun kelapa. Lamunanku pun ikut berhenti menjadi sesi panjang seri drama. Aku terlanjur mencintai kehidupan dengan lebih dulu mencintai tulisan. Walau tulisanku hanya jari-jari kerdil yang tak dapat menandingi puisi Rendra. Tapi Rendra tak punya Kau (Bait Rinduku Yang Baik) yg dapat membantuku menuliskan segala hal.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar